Tapaktuan,sebuah
kota yang indah dan permai dengan keasrian alamnya membuat kota itu sangat
eksotis dan memberikan nuansa tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke kota
tersebut.Di kota inilah terdapat sebuah kisah legenda turun temurun,yaitu
"Legenda Tuan tapa, putri bungsu dan Naga".Di dalam cerita ini
dikisahkan perjalanan hidup Tuan Tapa, seorang pertapa yang sangat taat kepada
Allah. Karena ketaatannya, Tuan Tapa dapat mengetahui hal-hal gaib yang tidak
diketahui manusia biasa. Selain itu, ia juga dapat mengetahui mimpi dua ekor
naga sehingga kedua naga yang datang dari negeri Cina itu sangat
menghormatinya.
Alkisah,
seperti hari-hari sebelumnya, kedua naga itu kembali berenang ke laut mencari
makan, sekarang mereka pergi ke barat. Mereka meluncur menyusuri kawasan
pinggir pantai menuju ke daerah barat. Mereka membelah ombak lautan yang
bergulung-gulung.
“Hari ini ombak agak besar, suamiku! Seru Naga Betina.
“Tidak mengapa, istriku. Kita perlu melihat-lihat daerah baru. Mungkin di daerah itu kita akan melihat hal-hal yang aneh seperti yang kita saksikan di daerah timur,” kata Naga Jantan.
Setelah kedua naga berenang beberapa saat, mereka melihat sekelompok udang besar yang sedang berenang menuju ke muara sungai.
“Cepat, suamiku! Ayo kita kejar sekelompok udang besar itu!” seru Naga Betina.
Kedua naga itu berenang semakin cepat. Setelah dekat dengan kelompok udang, dihirupnya air laut kuat-kuat sehingga seluruh udang masuk ke dalam perut mereka.
Hingga sekarang, tempat itu disebut Desa Air Berudang dan termasuk salah satu desa di Kecamatan tapaktuan.
Ketika kedua naga itu hendak pulang kembali ke gua, dari tengah lautan, mereka mendengar suara tangis bayi. Suara tangis itu semakin lama semakin keras dan jelas.
“Oh, suara itu seperti datang dari tengah laut, Suamiku. Ayo, kita berenang ke sana!” seru Naga Betina.
Begitu sampai di tengah laut, kedua naga itu sangat terkejut. Mereka melihat seorang bayi sedang terapung-apung di dalam sebuah ayunan yang terbuat dari anyaman rotan. Anehnya, ayunan rotan itu tidak kemasukan air.
“Padahal anyaman ayunan rotan ini jarang-jarang, tapi kok tidak kemasukan air, ya? Kalau begitu, bayi ini pasti bukan bayi sembarangan,” kata Naga Betina.
Yang mengherankan kedua naga tersebut, begitu mereka tiba di tempat peristirahatannya, ternyata Tuan Tapa sudah berdiri di depan pintu gua.
“Apakah kalian sudah memeriksa bayi itu baik-baik? Sudahkah kalian periksa apakah bayi itu laki-laki atau perempuan?” tanya Tuan Tapa.
“Sudah, Tuan. Bayi yang kami temukan seorang bayi perempuan dan di telapak kaki kakan bayi ini terdapat tahi lalat sebesar lingkaran pusatnya,” sahut Naga Betina.
“Tapi ..., kami belum tahu dengan apa memberi makan bayi ini, Tuan,” kata Naga Jantan.
“Itulah yang akan kusampaikan. Bayi itu bukan keturunan binanatang seperti kalian. Dia adalah anak manusia yang harus dirawat dengan baik,” kata Tuan Tapa.
“Lalu, bagaimana cara merawatnya, Tuan?” tanya Naga Betina sambil menatap bayi itu penuh kasih sayang.
“Cara merawatnya sangat mudah. Benda ini harus kalian isapkan kepada bayi itu setiap dia menangis. Benda ini adalah pengganti air susu yang kuambil di atas puncak gunung sana,” ujar Tuan Tapa sambil menunjuk ke utara, tempat gunung yang biru dan menjulang tinggi.
Kemudian, Tuan Tapa menjelaskan kepada kedua naga bahwa untuk menjaga keselamatan sang bayi dari gangguan binatang liar dan buas, ia memerintahkan seekor harimau untuk menjaganya setiap hari. Harimau itulah yang akan selalu setia mengawasi bayi tersebut hingga dewasa dan menjadi seorang putri.
Demikianlah, waktu terus berganti. Dari hari ke hari, bayi itu terus tumbuh normal dan sehat sebagaimana bayi manusia lainnya. Setiap hari, kemana saja pergi, harimau yang ditugasi menjaga sang Putri Bungsu itu selalu setia mengawasinya.
Pada suatu hari, kedua naga itu membawa putri kesayangan mereka pergi berjalan-jalan menikmati pemandangan daerah Teluk yang indah mempesona.
Sang Putri dinaikkan ke punggung Naga Jantan yang telah siap mengarungi kawasan pantai Teluk. Naga Betina berenang mengiringi dari belakang. Sementara itu, sang Harimau berjalan menyusuri pantai dengan langkah santai. Sesekali harimau melihat sang Putri yang duduk di punggung Naga Jantan. Harimau itu sangat cemas jika putri cantik rupawan itu terjatuh dari punggung naga dan tenggelam.
“Hati-hati, sang Naga! Jangan berenang terlalu kencang! Nanti sang Putri jatuh dari punggungmu!” seru sang Harimau mengingatkan Naga Jantan.
Pegang kuat-kuat sirip baga, Putri! Saya sangat mencemaskan sang Putri!” teriak sang Harimau lagi mengingatkan sang Putri.
Begitulah, kalau kita lihat dari kejauhan sang Putri seperti duduk di atas gerbong kereta api yang melaju membelah laut. Kedua naga membawa sang Putri menyusuri pinggir pantai sambil menikmati pemandangan alam yang indah.
Diam-diam sang Putri melontarkan rasa kekagumannya. Ia senang melihat keindahan alam pantai Teluk yang masih asri. Demikianlah keadaan sang Putri, ia terhibur selalu dengan sikap kedua naga itu dan penjagaan dari sang Harimau yang setia mengawasinya.
Setelah bayi itu tumbuh dewasa, kedua orang tua bayi yang menjadi raja dan permaisuri di Kerajaan Asralanoka ingin meminta anaknya, tetapi kedua naga itu menolak. Hal itu menyebabkan terjadinya pertarungan sengit antara kedua naga dengan Tuan Tapa. Mereka bertarung untuk memperebutkan bayi yang kini telah menjadi seorang putri yang cantik yang diberi nama Putri Bungsu.
Ketika Naga Jantan melancarkan serangan berikutnya, Tuan Tapa menyambut dengan libasan tongkatnya. Tubuh naga pun terpelanting ke udara dan jatuh berkeping-keping di pantai. Darah dari tubuh naga jantan yang sudah hancur itu tumpah kemana-mana dan memerahkan air laut.
Nah, hingga sekarang bekas tubuh naga yang berupa gumpalan darah dan hati itu masih dapat kita lihat di pantai Desa Batu Itam dan Batu Merah, sekitar tiga kilometer dari kota Tapaktuan. Kini gumpalan darah dan hati tersebut telah mengeras menjadi batu.
Sekarang Naga Betina pula menyerang Tuan Tapa, tapi serangan itu dapat dipatahkan oleh Tuan Tapa, meskipun tongkat dan topi Tuan Tapa sempat tercampak ke laut, dan hingga sekarang tongkat dan topi itu masih ada dan telah menjadi batu yang terdapat di kawasan pantai Tapaktuan. Sementara Naga Betina yang hendak melarikan Putri Bungsu gagal. Malah hewan itu mengamuk sambil melarikan diri ke negeri Cina. Dalam pelariannya itulah Naga Betina membelah sebuah pulau di kawasan Bakongan hinga menjadi dua bagian, dan hingga sekarang pulau itu bernama Pulau Dua. Bahkan hewan itu mengamuk sambil memporak porandakan sebuah pulau. Pulau itu terpecah-pecah hingga 99 buah. Itulah hingga kini disebut Pulau banyak yang terdapat di Kabupaten Aceh Singkil
“Hari ini ombak agak besar, suamiku! Seru Naga Betina.
“Tidak mengapa, istriku. Kita perlu melihat-lihat daerah baru. Mungkin di daerah itu kita akan melihat hal-hal yang aneh seperti yang kita saksikan di daerah timur,” kata Naga Jantan.
Setelah kedua naga berenang beberapa saat, mereka melihat sekelompok udang besar yang sedang berenang menuju ke muara sungai.
“Cepat, suamiku! Ayo kita kejar sekelompok udang besar itu!” seru Naga Betina.
Kedua naga itu berenang semakin cepat. Setelah dekat dengan kelompok udang, dihirupnya air laut kuat-kuat sehingga seluruh udang masuk ke dalam perut mereka.
Hingga sekarang, tempat itu disebut Desa Air Berudang dan termasuk salah satu desa di Kecamatan tapaktuan.
Ketika kedua naga itu hendak pulang kembali ke gua, dari tengah lautan, mereka mendengar suara tangis bayi. Suara tangis itu semakin lama semakin keras dan jelas.
“Oh, suara itu seperti datang dari tengah laut, Suamiku. Ayo, kita berenang ke sana!” seru Naga Betina.
Begitu sampai di tengah laut, kedua naga itu sangat terkejut. Mereka melihat seorang bayi sedang terapung-apung di dalam sebuah ayunan yang terbuat dari anyaman rotan. Anehnya, ayunan rotan itu tidak kemasukan air.
“Padahal anyaman ayunan rotan ini jarang-jarang, tapi kok tidak kemasukan air, ya? Kalau begitu, bayi ini pasti bukan bayi sembarangan,” kata Naga Betina.
Yang mengherankan kedua naga tersebut, begitu mereka tiba di tempat peristirahatannya, ternyata Tuan Tapa sudah berdiri di depan pintu gua.
“Apakah kalian sudah memeriksa bayi itu baik-baik? Sudahkah kalian periksa apakah bayi itu laki-laki atau perempuan?” tanya Tuan Tapa.
“Sudah, Tuan. Bayi yang kami temukan seorang bayi perempuan dan di telapak kaki kakan bayi ini terdapat tahi lalat sebesar lingkaran pusatnya,” sahut Naga Betina.
“Tapi ..., kami belum tahu dengan apa memberi makan bayi ini, Tuan,” kata Naga Jantan.
“Itulah yang akan kusampaikan. Bayi itu bukan keturunan binanatang seperti kalian. Dia adalah anak manusia yang harus dirawat dengan baik,” kata Tuan Tapa.
“Lalu, bagaimana cara merawatnya, Tuan?” tanya Naga Betina sambil menatap bayi itu penuh kasih sayang.
“Cara merawatnya sangat mudah. Benda ini harus kalian isapkan kepada bayi itu setiap dia menangis. Benda ini adalah pengganti air susu yang kuambil di atas puncak gunung sana,” ujar Tuan Tapa sambil menunjuk ke utara, tempat gunung yang biru dan menjulang tinggi.
Kemudian, Tuan Tapa menjelaskan kepada kedua naga bahwa untuk menjaga keselamatan sang bayi dari gangguan binatang liar dan buas, ia memerintahkan seekor harimau untuk menjaganya setiap hari. Harimau itulah yang akan selalu setia mengawasi bayi tersebut hingga dewasa dan menjadi seorang putri.
Demikianlah, waktu terus berganti. Dari hari ke hari, bayi itu terus tumbuh normal dan sehat sebagaimana bayi manusia lainnya. Setiap hari, kemana saja pergi, harimau yang ditugasi menjaga sang Putri Bungsu itu selalu setia mengawasinya.
Pada suatu hari, kedua naga itu membawa putri kesayangan mereka pergi berjalan-jalan menikmati pemandangan daerah Teluk yang indah mempesona.
Sang Putri dinaikkan ke punggung Naga Jantan yang telah siap mengarungi kawasan pantai Teluk. Naga Betina berenang mengiringi dari belakang. Sementara itu, sang Harimau berjalan menyusuri pantai dengan langkah santai. Sesekali harimau melihat sang Putri yang duduk di punggung Naga Jantan. Harimau itu sangat cemas jika putri cantik rupawan itu terjatuh dari punggung naga dan tenggelam.
“Hati-hati, sang Naga! Jangan berenang terlalu kencang! Nanti sang Putri jatuh dari punggungmu!” seru sang Harimau mengingatkan Naga Jantan.
Pegang kuat-kuat sirip baga, Putri! Saya sangat mencemaskan sang Putri!” teriak sang Harimau lagi mengingatkan sang Putri.
Begitulah, kalau kita lihat dari kejauhan sang Putri seperti duduk di atas gerbong kereta api yang melaju membelah laut. Kedua naga membawa sang Putri menyusuri pinggir pantai sambil menikmati pemandangan alam yang indah.
Diam-diam sang Putri melontarkan rasa kekagumannya. Ia senang melihat keindahan alam pantai Teluk yang masih asri. Demikianlah keadaan sang Putri, ia terhibur selalu dengan sikap kedua naga itu dan penjagaan dari sang Harimau yang setia mengawasinya.
Setelah bayi itu tumbuh dewasa, kedua orang tua bayi yang menjadi raja dan permaisuri di Kerajaan Asralanoka ingin meminta anaknya, tetapi kedua naga itu menolak. Hal itu menyebabkan terjadinya pertarungan sengit antara kedua naga dengan Tuan Tapa. Mereka bertarung untuk memperebutkan bayi yang kini telah menjadi seorang putri yang cantik yang diberi nama Putri Bungsu.
Ketika Naga Jantan melancarkan serangan berikutnya, Tuan Tapa menyambut dengan libasan tongkatnya. Tubuh naga pun terpelanting ke udara dan jatuh berkeping-keping di pantai. Darah dari tubuh naga jantan yang sudah hancur itu tumpah kemana-mana dan memerahkan air laut.
Nah, hingga sekarang bekas tubuh naga yang berupa gumpalan darah dan hati itu masih dapat kita lihat di pantai Desa Batu Itam dan Batu Merah, sekitar tiga kilometer dari kota Tapaktuan. Kini gumpalan darah dan hati tersebut telah mengeras menjadi batu.
Sekarang Naga Betina pula menyerang Tuan Tapa, tapi serangan itu dapat dipatahkan oleh Tuan Tapa, meskipun tongkat dan topi Tuan Tapa sempat tercampak ke laut, dan hingga sekarang tongkat dan topi itu masih ada dan telah menjadi batu yang terdapat di kawasan pantai Tapaktuan. Sementara Naga Betina yang hendak melarikan Putri Bungsu gagal. Malah hewan itu mengamuk sambil melarikan diri ke negeri Cina. Dalam pelariannya itulah Naga Betina membelah sebuah pulau di kawasan Bakongan hinga menjadi dua bagian, dan hingga sekarang pulau itu bernama Pulau Dua. Bahkan hewan itu mengamuk sambil memporak porandakan sebuah pulau. Pulau itu terpecah-pecah hingga 99 buah. Itulah hingga kini disebut Pulau banyak yang terdapat di Kabupaten Aceh Singkil
WISATA KOTA TAPAKTUAN
Aceh Selatan, ada
beberapa tempat wisata yang ramai dikunjungi di Aceh Selatan pada
hari-hari libur. Biasanya pengunjung berasal dari wilayah Pantai-Barat
Selatan Aceh, seperti Abdya, Nagan Raya dan sejumlah kabupaten/kota lain di
wilayah pantai barat-selatan Aceh. Kawasan-kawasan
yang diminati pengunjung diantaranya:
Aceh Selatan, ada
beberapa tempat wisata yang ramai dikunjungi di Aceh Selatan pada
hari-hari libur. Biasanya pengunjung berasal dari wilayah Pantai-Barat
Selatan Aceh, seperti Abdya, Nagan Raya dan sejumlah kabupaten/kota lain di
wilayah pantai barat-selatan Aceh. Kawasan-kawasan
yang diminati pengunjung diantaranya:
Pemandian Air Dingin
Pemandian Air Dingin, begitulah sebutan
kawasan wisata yang terletak di desa Lhok Pawoh, Kecataman Sawang, Kabupaten
Aceh Selatan. Objek wisata yang tiap harinya ramai dikunjungi masyarakat
setempat maupun pendatang ini memiliki area pemandian yang luas, air yang
dingin serta panorama alam pegunungan yang indah dan memberi kesegaran. Objek
wisata yang berlokasi sekitar 30 kilometer dari Kota Tapak Tuan ini merupakan
salah satu tujuan wisata utama bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.
Selain mudah dijangkau karena bertempat di pingiran jalan raya Balang Pidie-
Tapak Tuan, di kawasan ini juga terdapat sejumlah rumah makan dan cafe yang
menyediakan berbagai ragam makanan dan minuman serta mushalla yang bersih dan
terata rapi.Air terjun yang indah, bebataun yang besar dan tinggi seakan telah
menjadi ciri khas objek wisata ini. Kawasan pemandian air dingin juga hanya
berjarak 100 meter dari pesisir laut yang berpasir putih. Sehingga bagi
pengunjung yang ingin mandi dan menikamati panorama laut akan dengan mudah
menjangkaunya.
Pemandian Tingkat Tujuh
Tempat wisata ini sangat unik karena tempat
pemandiannya bertingkat-tingkat sampai tujuh tingkat. Setiap tingkatannya
memilik kolam yang bisa menjadi tempat berenang. Dalam legenda Tuan Tapa di
ceritakan bahwan bahawa air terjun ini merupakan tempat pemandian puteri bungsu
( puteri naga ). Lokasinya terletak di kecamatan tapaktuan, desa batu hitam.
Tempat wisata yang sangat cocok di kunjungi jika
akhir pekan dan hari libur karena akan memberikan suasana santai dengan
pepohonan yang rindang, serta udara sejuk pegunugan yang akan membuat diri anda
rileks dan nyaman.
Pemandian Panjupian
Objek wisata Ie Sejuk di Desa Panjupian yang
terletak sekitar 6 km dari Tapaktuan ibukota Kabupaten Aceh Selatan, semakin
digemari masyaraka, sebagai tempat tujuan berdarmawisata bersama keluarga dan handai
tolan, terutama pada hari-hari libur.
Lokasinya terletak dikaki bukit berdekatan
dengan jalan Negara menuju propinsi Sumatera Utara dari Banda Aceh melalui
jalur Barat Selatan propinsi Aceh. Dari Tapaktuan melalui satu bukit ke lokasi
dengan pemandangan panorama alam nan indah.
Tuan Tapa
Tapaktuan sangat terkenal dengan
sebuah Legenda Tuan Tapa dan Putri Naga. Cerita tersebut sangat
hidup didalam masyarakat disana yang sangat mudah untuk dapat kita dengar dari
A sampai Z. Adapun Legenda tersebut dibarengi dengan ornamen ornamen yang
memiliki bentuk dan rupa seperti yang tersebut di dalam cerita tersebut.
Sebuah tempat wisata sejarah yang dapat di
kunjungi yang menjadi bukti sejarah legenda tuan tapa, putri bungsu dan naga.
Bukti legenda itu masih bisa di jumpai seperti bekas telapak kaki tuan tapa
yang terletak di Gunung Lampu, Kota tapaktuan dan menjadi kebanggaan masyarakat
setempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar